Setelah meneliti perangkat kendali sistem radiografi digital selama kurang lebih 16 tahun (sejak 1993) , akhirnya pada 19 Oktober 2009 lalu Tim Riset Fisika Citra Jurusan Fisika FMIPA UGM memperoleh hak paten dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI) Departemen Hukum dan HAM pada 19 Oktober 2009 dengan nomor P00200500737 yang berlaku di 130 negara. Setelah jadi pada tahun 2005 alat tersebut didaftarkan hak patennya ke Ditjen HAKI Depkumham. Tapi baru pada 19 Oktober 2009 hak paten itu terbit dengan hak komersial eksklusif selama 20 tahun. “Temuan ini memberi inspirasi bagi masyarakat untuk menggunakannya. Secara komersial dilindungi hukum di wilayah RI, berlaku eksklusif selama 20 tahun,” kata Dr. Gede Bayu Suparta selaku koordinator tim riset kepada wartawan, Kamis (3/12).
Tim riset terdiri dari empat peneliti FMIPA yaitu Gede Bayu Suparta, IK Swakarma, I Putu Dharmayasa, serta I wayan Sudirata. Pengembangan alat itu melalui penambahan beberapa komponen peralatan radiografi yaitu pada generator sinar x, pengubah gambar, serta pada sistem komputerisasinya. Tim telah menyerahkan penemuan patennya kepada UGM untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dengan penemuan radiografi digital tersebut akan sangat membantu keterbatasan alat kardiografi di puskesmas dan rumah sakit seluruh Indonesia karena selama ini harga alat kardiografi digital mahal sekali sehingga tidak semua tersedia di semua rumah sakit kecuali rumah sakit besar. "Padahal, temuan kardiografi sudah satu abad yang lalu dan Teknologi x-tray sudah tergolong sangat tua yang seharusnya harganya pun lebih murah, tapi kenyataannya masih dipakai juga,” kata Bayu.
Harga alat kardiografi digital yang ada di pasaran internasional saat ini mencapai sekitar 4 miliar rupiah. Dengan ditemukannya alat ini, dengan kualitas yang sama harganya hanya Rp 500 juta (0,5 miliar rupiah) dan masuk kategori produk hi-tech dunia terbaru dari Indonesia. “Bisa menjadi teknologi baru super murah. Bisa menghemat listrik, dosis radiasi rendah, lebih aman. Dengan teknologi terbaru ini hasil rontgen tidak lagi berupa lembaran film karena terekam secara digital sehingga bisa ditampilkan di layar komputer. Keunggulan lainnya, waktu paparan sinar X-nya hanya antara 0,2 - 0,5 detik sehingga mengurangi dampak radiasi. Selain itu dalam sekali paparan (jepretan) bisa menghasilkan 5 - 20 citra digital (gambar).” jelasnya.
Dengan kardiografi digital ini, penggunaan radiografi film dapat ditinggalkan sehingga biaya operasional di rumah sakit bisa ditekan. Lebih dari itu, peralatan radiodiagnostik bahkan dapat dijual dengan murah kepada rumah sakit. Hal itu secara bisnis sangat atraktif karena menurunkan biaya layanan diagnostik kesehatan. Dengan demikian, menurut Bayu, pemerintah bisa membuat standar keuangan untuk biaya radiografi yang lebih terukur dan berpihak pada rakyat kecil. “”Inti dari penemuan ini adalah kami menemukan perangkat kendali sistem radiografi digital. Alat ini yang mengubah teknologi analog menjadi digital, ini satu-satunya di Indonesia. Dengan alat ini tidak ada menggunakan film. Biaya operasional lebih rendah, menggunakan bahan lokal 75 persen,” katanya.
Dijelaskan Bayu bahwa khusus untuk wilayah Indonesia, sistem kardiografi digital yang didukung sistem teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ini dapat dioperasikan hingga ke pelosok wilayah, sepanjang wilayah tersebut memiliki jaringan listrik dan TIK. Melalui mekanisme teleradiologi dan kreativitas layanan, layanan radiologi dapat dibuat sangat efektif dan efisien. Dengan begitu, pasien yang ada di pelosok daerah tidak perlu pergi ke kota untuk keperluan diagnosis medis.
(sumber: ugm )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar