September 30, 2010

Benyamin S



Kubertanya pada-Mu oh Tuhanku
Bersimpuh datang aku
Mohon ampun umat-Mu
Gambaran dan kenyataan
Menyimpang dan menyalahi
Kuatkanlah imanku
Ajar aku di jalan-Mu




Demikian larik lagu 'Ampunan' yang ditulis Harry Sabar dan Erwin Soejoso dan dinyanyikan Benyamin S bersama kelompok Al Haj pada album Biang Kerok (1992). Benyamin yang kerap di panggil Bang Ben atau Babe, menyanyikan lagu tersebut dengan serius, sama sekali tidak menyisakan kesan jenaka seperti kebanyakan lagu-lagunya selama ini. Pun demikian dengan tata musiknya yang digarap sederet pemusik Pegangsaaan seperti Harry Sabar, Keenan Nasution, Oding Nasution, dan Editya, lebih mencuatkan atmosfer rock progresif seperti Genesis. Larik lagu ini seolah permohonan terakhir Bang Ben sebelum akhirnya menutup mata pada 5 September 1995.

Kepergian Benyamin Sueb yang lahir 5 Maret 1939 memang sangat menyesakkan dada siapa saja yang mengenal sosoknya. Lelaki yang dilahirkan di bilangan Kemayoran, Jakarta, yang merupakan komunitas masyarakat Betawi, tak pelak adalah sosok penghibur sejati. Jatidiri kesenimanannya komplet. Benyamin terampil menulis lagu, piawai berdendang hingga kemampuan dalam seni peran.
Dalam kurun waktu empat dasawarsa, Benyamin S, memang telah menghibur khalayak dari lagu-lagu yang ditulisnya dan dinyanyikannya, juga dari penampilannya yang segar di layar lebar hingga ke layar kaca. Benyamin adalah ikon khalayak yang tak terbantahkan.

Dalam konstelasi musik, Benyamin Sueb adalah sosok yang cerdas yang bisa menjadikan musik sebagai medium yang tak sekadar hiburan semata, tapi juga sebagai medium refleksi, kritisi, maupun kontemplasi. Jika menyimak karya-karya Benyamin niscaya kita akan melihat sebuah potret kehidupan dari sebuah komunal yang beragam. Karya Benyamin sejujurnya merupakan potret kaum marginal yang tertatih-tatih meniti riak gelombang hidup yang terkadang tak mengenal kompromi. Simaklah lagu-lagu serial Tukang yang dijejalkan Benyamin ke kuping kita semisal 'Tukang Solder', 'Tukang Becak', 'Tukang Kridit', 'Tukang Sayur', 'Tukang Obat', 'Tukang Tuak', 'Tukang Sado', 'Tukang Jala', 'Tukang Duren' , 'Tukang Minyak', dan entah apa lagi.
Benyamin pun peka terhadap fenomena sosial semisal pada lagu 'Kompor Meleduk' yang rasanya masih memiliki relevansi hingga sekarang, yaitu problematika banjir yang mengakrabi penduduk Jakarta mulai dari era Bang Ali hingga Bang Yos :

Ane jadi gemeteran
wara wiri keseribet
Rumah ane kebanjiran
Ggara gara got mampet
.


Benyamin memang tidak menampilkan bentuk kritik secara lugas dan menohok. Malah disusupi celutukan sarat canda khas Betawi yang nyablak. Dia tak pernah melontarkan gemerutuk caci-maki dan sangat jauh dari narasi arogansi. Benyamin memosisikan diri sebagai wong cilik yang menghadapi keseharian dengan polos, lugu, dan tulus. Dia pun seolah mewakili zamannya, semisal ketika Jakarta dikritik sebagai kota yang menyuburkan kehidupan maksiat dan judi. Lalu muncul lagu-lagu seperti 'Steambath', 'Jackpot', maupun 'Bilyar'.

Dalam lirik bernada kritik sekalipun, Benyamin memang seolah ngedumel tanpa beban. Dia selalu tangkas menyajikan lirik lagu bernada celutukan. Simaklah lagu 'Pungli' (1977)

Ade yang di kolong meja
Ade yang ditengah jalan
Ade yang memang sengaja di taruh dalam lipatan
.


Lagu 'Pungli' ini bahkan memperoleh penghargaan dari Pangkopkamtib Soedomo, karena dianggap membantu program Operasi Tertib saat itu.

Nuansa Betawi
 
Pijakan pertama Benyamin dalam dunia musik bermula ketika tergabung dalam band Melody Boys yang di era 50-an memainkan repertoar musik calypso, rhumba, dan cha-cha, bahkan sesekali menyusupkan keroncong walau pun diimbuh beat bernuansa Barat. Pendukung band ini yaitu Rachman A (gitar), Rahmat Kartolo (vokal), Yoyok Jauhari (vokal), Imam Kartolo (saxophone), Pepen Effendi (vokal), Saidi (bongo), Zainin Slamet (perkusi,suara latar), Suparlan (gitar), Timbul Heri Sukarjo (bas), dan Benyamin S (bongo,suara latar). Benyamin bahkan pernah bermain jazz dengan biang jazz seperti Jack Lemmers yang kemudian berganti nama menjadi Jack Lesmana dan Amir Saragih atau akrab dengan panggilan Bill Saragih di Hotel Des Indes Jakarta.


Ketika Bung Karno meniupkan semangat anti-Barat pada tahun 1963, Melody Boys pun lalu mengganti nama menjadi Melodi Ria. Sejak saat itu muncul pelarangan menyanyikan lagu-lagu Barat.
Tidak kondusifnya suasana seperti ini, justeru membuat Benyamin terpacu di wilayah kreativitas. Benyamin lalu memilih idiom musik Betawi, yaitu gambang kromong dalam ekspresi bermusiknya. Sebetulnya, ia hanya menyerap anasir gambang kromong yang kemudian dibaurkan dengan instrumentasi Barat. Dalam beberapa hal, Benyamin justru mengabaikan beberapa pakem dalam gambang kromong. Ini merupakan gagasan cerdas, karena ia yakin musik yang dipilihnya bukan lagi untuk konsumsi lokal dalam hal ini budaya Betawi, tetapi untuk masyarakat seluruh Indonesia.

Sosok Benyamin pun tak hanya dikenal penyanyi dan aktor saja, melainkan sebagai komposer yang mumpuni. Bing Slamet, seniman serba bisa yang dianggap Benyamin sebagai guru, adalah orang pertama yang mengintip bakat Bang Ben sebagai komposer. Bing Slamet pula yang menyanyikan lagu karya Benyamin 'Nonton Bioskop' pada akhir era 60-an. Beberapa album solo Bing Slamet selalu berisi lagu-lagu karya Benyamin S seperti Hujan Gerimis atau Endeng-Endengan. Baik Bing dan Ben bahkan pernah berkolaborasi menulis lagu, misalnya lagu 'Ada-Ada Saja' yang terdapat dalam album Bing Slamet dan Eka Sapta.

Eksperimen musik Benyamin bahkan merengkuh lebih jauh. Seniman ini mulai menyerap banyak anasir musik yang tengah menjadi tren. Pada akhir 60-an hingga awal 70-an, ia terasa banyak mengambil idiom blues seperti dari repertoar pemusik blues Inggiris, John Mayall & The Bluesbreakers, hingga racikan soul ala James Brown. Secara kebetulan, baik blues maupun soul memang memberikan ruang yang leluasa untuk ekspresi yang spontan dan hal ini ternyata seolah berjodoh dengan budaya Betawi yang nyablak itu.

70 album
 
Musik yang ditorehkan Benyamin terasa beragam. Dia tak hanya berkutat pada ragam pop maupun gambang kromong semata. Tapi, dengan semangat eklektik, Bang Ben pun mulai menyusupkan perangi musik lain seperti rock, blues, soul, funk, kroncong, seriosa hingga dangdut. Meskipun tampil bak bunglon, jatidiri Benyamin tetap kuat mencengkeram. Sederet grup musik telah mengiringi Benyamin dalam album-albumnya, seperti gambang kromong Naga Mustika. Pantja Nada, Elektrika, Beib Blues, hingga Al Haj.


Benyamin yang semasa hidupnya telah menetaskan sekitar 70 album rekaman pun telah melakukan duet dengan banyak artis mulai dari Rossy, Rita Zahara, Lilies Suryani, Ida Royani,Inneke Kusumawati, Herlina Effendi, Bing Slamet, Eddy Sud, Euis Darliah, Maryantje Mantauw, dan banyak lagi. 

Siapa pun tak akan memungkiri bahwa Benyamin Sueb si Biang Kerok adalah penghibur sejati. Benyamin memang gak ade duanye, persis seperti lagu yang ditulisnya 'Si Jampang':

Pasang kuping biar terang
Nih kenalin si Jampang
Jago nomor satu


DISKOGRAFI
 
1.Kancil Kesasar/Kue Onde (Mesra Records)
2.Si Jampang (Melodi Record)
3.Oom Senang (Mesra Record)
4.Brang Breng Brong (Diamond Record)
5.Jangkrik Genggong (Mutiara Record)
6.Apollo (Indah Records)
7.Tukang Tuak (Undah Records)
8.Nonton Pecoen (Remaco)
9.Keluarga Gila (Remaco)
10.Tukang Sado (Remaco)
11.Tukang Becak (Remaco)
12.Terus Turun (Remaco)
13.Steambath (Remaco)
14.Dul-Dul Tjak (Mutiara Records)
15.Patjaran (Indah Records)
16.Ngupi (Remaco)
17.Nyari Kutu (Indah Records)
18.Tukang Loak (Indah Records)
19.Ngibing (J&B)
20.Maredel (Remaco)
21.Mak Minta Makan Mak (Remaco)
22.Anak Sekarang (Remaco)
23.Blues Kejepit Pintu (Remaco)
24.Bul Bul Efendi (Irama Tara)
25.Kicir-Kicir (Remaco)
26.Asal Nguap (Indah Records)
27.Makan (Remaco)
29.Main Congklak (Irama Tara)
30.Ketemu Bayi Tabung (Irama Tara)
31.Soraya (Fila Records)
32.Telepon Cinta (Insan Record/RCA)
33.Martabak (Insan Record)
34.Ngibing Betawi (Varia Nada Utama)
35.Cintaku Berat di Ongkos (Virgo Ramayana Records)
36.Assoy (Ben's Records)
37.Duit (Mutiara Records)
38.Bayi Tabung (Insan Records)
39.Mat Codet (Irama Asia)
40.Tua-Tua Komersiel (Gesit Records)
41.Saya Bilang (Abadi Records)
42.Telepon Umum (Purnama Records)
43.Belajar Membaca (Irama Asia)
44.Nostalgila (Asia Records)
45.Sang Kodok (BBB)
46.Biang Kerok Bersama Al Haj (Virgo Ramayana/Ben's Records)


DUET
 
1.Indehoy bersama Rossy (Mesra Records)
2.Tukang Solder bersama Rossy (Diamond Records)
3.Es Tape bersama Rossy (Indah Records)
4.Tukang Loak bersama Lilis Suryani (Remaco)
5.Ngelamar bersama Rita Zahara (Indah Records)
6.Tukang Duren bersama Rita Zahara (Indah Records)
7.Tukang Kridit bersama Ida Royani (Indah Records)
8.Siapa Punya bersama Ida Royani (Indah Records)
9.Begini Begitu bersama Ida Royani (Indah Records)
10.Tukang Delman bersama Ida Royani (Indah Records)
11.Si Mirah Jande Marunde bersama Ida Royani (Indah Records)
12.Yang Paling Enak bersama Ida Royani (Dian Records)
13.Dunia Terbalik bersama Ida Royani (Dian Records)
14.Anak Bapak bersama Ida Royani (Remaco)
15.Di Sini Aje bersama Ida Royani (Remaco)
16.Item Manis bersama Ida Royani (Remaco)
17.Tukang Tape bersama Ida Royani (Irama Mas)
18.Perkutut bersama Ida Royani (Remaco)
19.Lampu Merah bersama Ida Royani (Remaco)
20.Lampu Merah II bersama Ida Royani (Remaco)
21.Cinta tak Terbatas bersama Ida Royani (Remaco)
22.Aturan Asyik bersama Ida Royani (Remaco)
23.Ketemu Lagi bersama Ida Royani (Remaco)
24.Jampang and His Wife bersama Inneke Kusumawati (Remaco)
25.Janda Kembang bersama Inneke Kusumawati (Remaco)
26.Semut Jepang bersama Inneke Kusumawati (Remaco)
27.Monyet Nangkring bersama Inneke Kusumawati (Remaco)
28.Dokter bersama Inneke Kusumawati (Mutiara)
29.Mancing Lindung bersama Herlina Effendy (Remaco)
30.Cong-Cong Balicong bersama Herlina Effendy (Remaco)
31.Muhammad Ali bersama Herlina Effendy (Remaco)
32.Sumur Pompa bersama Herlina Effendy (Remaco)
33.Raport Merah bersama Herlina Effendy (Remaco)
35.Apanya Dong bersama Euis Darliah (DD Records)
36.Apanya Dong II bersama Euis Darliah (DD Records)
37.Dicoba Dong bersama Euis Darliah (DD Records)
38.Tukang Sate bersama Beno Benyamin (Remaco) 


LAWAK
 
1.Warung Jakarte (ABC Records)
2.Bergurau dan Bernyanyi Bersama Eddy Sud (Purnama Records)
3.Paling Enak Bersama Eddy Sud (Purnama Records)
4.Sepakbola Bersama Eddy Sud (Purnama Records)
5.Gepeng Menantu Benyamin bersama Srimulat (Pratama Records)


SOUNDTRACK
 
1.Akhir Sebuah Impian (Musica Studios)
2.Koboi Ngungsi (Remaco)


KOMPILASI
 
1.Parade 68 (Mesra Records)
2.Tak Mau Dimadu (Remaco)
3.Dunia Masih Lebar (Remaco)
4.Ke Pantai Florida (Mutiara)
5.Kompal Kampil (Remaco)
6.Pijitin (Remaco)
7.Artis JK Records (JK Records)
8.In Memoriam Benyamin S (Musica Studio)
9.Juki (Musica Studios)



Sumber: 
* Denny Sakrie/KPMI
* Republika ~ Senin, 23 April 2007

September 20, 2010

Sylvia Saartje

Jauh sebelum booming istilah lady rockers di dasawarsa 80-an yang melekat pada sosok, seperti Nicky Astria, Nike Ardilla, Mel Shandy, Ita Purnamasari, Yosie Lucky, Ayu Laksmi, Atiek CB, Lady Avisha, Cut Irna, dan masih sederet panjang lainnya.
Nicky Astria dan kawan-kawan patut berterima kasih kepada Sylvia Saartje yang bisa dianggap sebagai pembuka jalan bagi mencuatnya penyanyi rock wanita.. Sylvia Saartje, wanita berdarah Maluku - Belanda yang dilahirkan 15 September 1957 di Arnhem, Belanda.
bagi penggemar musik rock era 70-an, Sylvia Saartje yang kerap dipanggil dengan nama kesayangan Jippie ini adalah daya tarik sebuah pentas pertunjukan rock yang saat itu didominasi oleh para pemusik lelaki. Bisa dibilang, Sylvia Saartje berlenggang sendirian dalam kancah musik rock Indonesia.

ketika majalah anak muda terbitan Bandung, Aktuil menggelar pertunjukan beraroma keras bertajuk Vacancy Rock pada 1972, Sylvia tercatat sebagai satu-satunya artis wanita yang berjingkrak-jingkrak meneriakkan lagu-lagu rock. Saat itu, ia dianggap pas melantunkan repertoar milik grup legendaris Led Zeppelin. Rasanya hanya Sylvia jualah yang pas menghayati nuansa blues milik almarhumah Janis Joplin.
Bahkan, di tahun 1974 dalam sebuah pertunjukan musik rock di kampus Universitas Padjadjaran Bandung, Sylvia mendapat sambutan luar biasa ketika menyanyikan lagu Pink Floyd dari album Dark Side of The Moon bertajuk 'The Great Gig in The Sky'. Penampilan vokalnya nyaris sempurna.Seperti kita ketahui, Komposisi milik Pink Floyd ini tergolong tidak mudah untuk dinyanyikan kalau tidak punya kualitas Vokal yang prima. Saat itu secara tidak langsung penonton langsung membandingkan vokal Sylvia dengan Claire Tory, artis wanita yang menjadi penyanyi tamu dalam album Pink Floyd.

Bakat menyanyi mulai terlihat sejak kecil tatkala Sylvia Saartje aktif tergabung dalam paduan suara gereja. Dalam usia 10 tahun, dia pun telah memberanikan diri mengikuti ajang Bintang Kecil di RRI Malang, Jawa Timur. Sylvia memang memilih musik sebagai pilihan hidup. Ketika berusia 11 tahun, dia mulai diajak bergabung sebagai vokalis band Tornado. ''Saya bergabung dengan Tornado dari tahun 1968 hingga 1970,'' ungkapnya. Di tahun 1970, ia mulai mengukir prestasi dengan masuk sebagai 10 besar finalis Lomba Bintang Radio se-Provinsi Jawa Timur.
Walaupun berkutat dengan musik pop, namun, nurani Sylvia bergelegak dalam pusaran dinamika musik rock. Memasuki dasawarsa 70-an, seniman ini mulai terlihat fokus menyanyikan repertoar rock dengan diiringi sederet grup musik yang berada di Jawa Timur, mulai dari The Gembell's, Bentoel, Avia's, Elfira, Bad Session, Oepet, Arfack Band, dan banyak lagi.

Di samping memilih jalur musik rock, Sylvia Saartje pun mengembangkan bakat seni peran yang dimilikinya. Pada tahun 1972, sutradara Ostian Mogalano mengajak Sylvia ikut bermain dalam film laga bertajuk Tangan Besi.
Pada dasawarsa 80-an, Sylvia banyak terlibat dalam beberapa film layar lebar, di antaranya mendapat peran utama dalam film Gerhana (1985)

Di tahun 1976, wartawan Mashery Mansyur berniat membentuk band rock wanita. Lalu menyatulah nama-nama, seperti Sylvia Saartje (vokal), Reza Anggoman (keyboards), Rini Asmara (drums), Senny (bass), Lis April (gitar), dan Lenny (gitar) dalam sebuah band dengan nama The Orchid. Sayangnya, usia grup ini tidak panjang. Setelah dikontrak bermain di beberapa tempat, The Orchid pun dinyatakan bubar. ''Walau gagal dalam membentuk band, tapi semangat bermusik saya tak pernah pudar,'' ujar Sylvia Saartje.

Setahun kemudian, Ian Antono, gitaris God Bless, menawarkan solo karier bagi Sylvia pada perusahaan rekaman Irama Tara. ''Saya merasa senang luar biasa. Apalagi yang mengajak saya adalah Ian Antono, pemusik rock ngetop yang seasal dengan saya, yaitu Malang. Tuturnya "Saat itu, Ian Antono baru saja sukses menggarap album Duo Kribo di perusahaan Irama Tara. Ternyata album bertajuk Biarawati berhasil sukses di pasaran. Lagu ini sering diputar di berbagai radio swasta di penjuru Nusantara".
kerja sama dengan Ian Antono hanya berlangsung di album perdana saja. album-album solo Sylvia Saartje lainnya didukung banyak pemusik berkualitas, semisal Jopie Item, Christ Kaihatu, Farid Hardja, Country Jack, Debby Nasution, dan Totok Tewel. Sejak tahun 1997, praktis Sylvia Saartje memang belum pernah merilis album baru lagi. ''Tapi, saya terus menulis lagu.''
Musik memang telah menyatu dalam pembuluh nadinya.


DISKOGRAFI


1. Biarawati - Irama Tara 1978
2. Kuil Tua - Irama Tara 1979
3. Puas - Irama Tara 1981
4. Mentari Kelabu - Irama Tara 1982
5. Ooh! (Irama Tara 1983)
6. Jakarta Blue Jeansku (Irama Tara 1984)
7. Gerhana (Insan Record 1986)
8. Take Me with You (Logiss Record 1994)
9. Berdayung Sampan (SKI 1995)
10. Skali Lagi! (SKI 1996)

FILMOGRAFI
1. Tangan Besi (PT Garuda Film,1972) aktris
2. Barang Antik (PT Kalimantan Film 1983) aktris
3. Gerhana (PT Inem Film 1985) aktris/Music Score
4. Kodrat (PT Multi Permai Film 1986) aktris

Saya teringat saat SMP sering mendengarkan Lagu Jakarta Blue Jeansku, yang sering diputar oleh om saya yang kuliah di malang.
"Jakarta Blue Jean ku" merupakan salah satu album dari kesepuluh album milik Sylvia Saartje. Berisi 11 lagu berirama pop rock dengan beberapa yang di variasikan dengan musik disko yang kala itu digemari muda-mudi Jakarta.

Tembang yang menjadi label album ini, "Jakarta Blue Jeans ku" karya Almarhum Farid Hardja sukses dibawakan Sylvia Saartje. Dengan irama Slow dan suara khas Sylvia Saartje yang melengking tinggi membuat lagu ini jadi hit di radio-radio juga.
Tidak kalah kerennya tembang kedua,"Damailah Kau Disana" karya Aribowo. Garapan musiknya sederhana, dengan paduan Gitar dan keyboards namun, kepiawaian Sylvia menyanyikan menjadikan nilai lagu ini lebih berbobot.

Yang tidak disangka adalah tembang MR Radio yang lebih didominasi irama disko. Maklum saja, lagu ciptaan Emier Hassany, dinilai bisa lebih dijual karena fenomena aliran musik jojing ini sedang digandrungi anak muda di Ibukota. Dengan intro suara radio, dan disusul dengan teriakan Sylvia menjadi nilai kreatif untuk lagu ini.

Memang benar jika ada yang bilang, musik rock era 70-an banyak dipengaruhi musiknya super band Led Zeppelin dan Deep Purple, ini juga yang terdengar pada tembang "Kembalilah" karya Farid Harja , juga pada lagu "Hujan" hasil karya Hassany.

Satu lagu karya Eddy CJ,bertitel "Gairahkan" mengusung irama Jazz. Oleh sang penciptanya, tembang ini diawali dengan nuansa Pop.

Jika anda ingin menikmati alunan Janis Joplin-nya Indonesia, pada lagu "Seandainya" dibawakan dengan sukses oleh Sylvia Saartje. Hentakan pada intro lagu diikuti dengan petikan gitar berintonasi lambat menjadikan lagu ini nge-blues.

Album dibawah label PT Irama Tara Jakarta ini layak menjadi koleksi para penggemar musik Indonesia,
Artist : Sylvia Saartje
Judul Album : Jakarta Blue Jeans ku
Label :Irama Tara 



 * Sumber: Kalbukita

September 05, 2010

SHARK MOVE

Ketertarikan label luar negeri, Shadoks Music (Jerman)-- yang mengkhususkan diri menerbitkan kembali album rekaman langka era tahun 1960-1970-an dari berbagai grup atau musisi penjuru dunia -- terhadap album semata wayang Shark Move, bukan tanpa alasan. Setelah mereka menerima dua buah sample lagu Shark Move, yaitu Evil War dan My Life, perusahaan rekaman itu akhirnya merilis ulang piringan hitam dan CD, karena dianggap sound musik grup itu luar biasa dan unik.

 Tidak adanya master album tersebut tidak menghalangi upaya rilis ulang, karena sumbernya bisa diambil dari piringan hitam. Setelah terjadi kesepakatan, album Ghede Chokra's dirilis dalam bentuk edisi khusus format piringan hitam dalam kemasan mewah pada Februari 2007 serta format CD pada November 2007. Judul album Ghede Chokra's atau padanan dalam bahasa Inggris Great Session, diambil dari bahasa India yang disematkan oleh Bhagu Ramchand. Judul itu sebagai gambaran suasana yang dirasakan para personel dalam grup Shark Move.

 Pasca dirilis ulang album Shark Move, berbagai resensi baik di dalam maupun luar negeri umumnya memuji kedahsyatan musik Shark Move. Kelompok ini mahir mengemas musik rock dengan berbagai turunannya, baik progresif maupun unsur tradisional. Bahkan, salah satu majalah musik yang cukup bergengsi, Rolling Stone Indonesia, tak urung menempatkan album Ghede Chokra's di antara 150 album Terbaik Indonesia dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.

 Jika kita membicarakan Shark Move bisa jadi grup itu adalah grup yang memulai pola pembuatan album dengan cara-cara indie (independen) di kancah musik Indonesia. Dalam sebuah kesempatan, Benny Soebardja, sang frontman mengatakan: ''Shark Move dimodali oleh Bhagu Ramchand''. Bhagu Ramchand yang wafat pada 2001 adalah juragan tekstil di Pasar Baru Bandung.

Bhagu Ramchand juga cukup berperan dalam memberikan ide serta turut menyumbangkan suara dalam lagu Evil War. Dalam menentukan arah dan corak musik, Shark Move, tidak dipengaruhi siapa pun, karena mereka memproduserinya sendiri dengan label yang dibuat pula oleh mereka bernama Shark Move Records. Demikian halnya dengan distribusi, merekalah yang melakukannya.

Shark Move, dibentuk awal 1973 oleh Benny Soebardja setelah keluar dari The Peels, sebuah grup yang pada awalnya membawakan lagu-lagu pop, namun kemudian menjelajahi pula warna musik rock progresif yang cenderung psychedelic. Konsep rock progresif itulah yang kemudian dimatangkan di grup Shark Move.

Saat Shark Move dibentuk, Benny Soebardja yang mahir berolah vokal dan memainkan gitar, masih kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Bandung. Bersama rekannya mantan The Peels, yaitu Soman Loebis, mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang piawai memetik tuts keyboard, piano, dan perkusi, Shark Move pun dibentuk dengan tambahan personel Janto Diablo sebagai pemain bass/flute dan Sammy Zakaria sebagai pemain drum, plus Bhagu Ramchand.

 Album perdana


Album perdana sekaligus satu-satunya diberi judul Ghede Chokra's. Prose rekamannya berlangsung di Musica Studio. Mengusung musik rock sebagai ciri khas dengan adonan musik progresif pada beberapa lagu, membuat album ini tak lekang dimakan zaman. Yang cukup menarik dari album ini adalah tembang My Life yang kuat dengan warna rock progresif, memiliki durasi 9.14 menit. Lagu ini menjadi lagu rock Indonesia terpanjang di era tahun 1970-an, satu hal yang bertolak belakang dengan lagu Indonesia kebanyakan di era itu, yang umumnya memiliki durasi 3-5 menit.

Hal lain yang cukup unik dari album ini adalah keberanian mereka membuat sampul depan yang penuh dengan perhitungan artistik berupa lukisan karya Samantha Choq bergambar para personel Shark Move menunggang hiu bersayap, posisi mereka siap menyerang monster tanpa kepala. Pembuatan cover seperti itu, cukup bertolak belakang jika dibandingkan dengan kebanyakan sampul album di zamannya.

Pada peluncuran perdana album Ghede Chokra's dibuat dalam bentuk piringan hitam dan dalam jumlah terbatas, hanya sekitar 1.000 buah. Pasca peluncuran ini, Shark Move menggelar konser di beberapa kota. Pada 1976, di bawah label BB Record, Benny Soebardja mengeluarkan album Shark Move berjudul My Life.

Sejujurnya, album ini didominasi oleh lagu Benny Soebardja dan Lizard. Walaupun dijadikan head line album, tetapi lagu-lagu Shark Move hanya termuat tiga buah, yaitu My Life, Butterfly, dan Evil War. Sampul album ini berbeda dengan versi piringan hitam, karena bergambar Bhagu Ramchand dan Benny Soebardja yang memainkan gitar.
Alasan dikeluarkan album kaset itu karena versi piringan hitam banyak dibajak. Untuk menjadi sebuah album penuh, dimasukkanlah tembang milik Benny Soebardja dan Lizard (beranggotakan Triawan Moenaf, Harry Soebardja, Alan, dan Hadi Arief) dengan dukungan backing vokal Rini, Kenny, Anna, Lenny, Edna dan GPL Unpad, yang terdiri dari Joki, Oyan, Nelson, Agus dan Atschul.

Kiprah Shark Move di blantika musik tidaklah panjang, tak lebih dari setahun. Ketika karier bermusik masih dibangun, guncangan hebat melanda grup itu, lantaran Soman Loebis diminta bergabung dengan God Bless oleh Ahmad Albar. Sebenarnya, Benny Soebardja mengharapkan Soman Loebis tetap di Shark Move. ''Mencari pemain seperti dia sulit,'' ungkap Benny Soebardja memberikan alasan.

Karena tidak berhasil menemukan pemain keyboard/piano pengganti sekualitas Soman Loebis, akhirnya Shark Move pun bubar di tahun yang sama dengan tahun pendiriannya, yakni pada 1973. Meskipun demikian dalam rentang karier yang tidak lama, Shark Move telah memberikan warisan berharga bagi dunia musik Tanah Air, berupa album mahakarya Ghede Chokra's yang sarat dengan pujian.

Saat ini kiprah mantan personel Shark Move yang hanya menyisakan tiga orang, yaitu Sammy Zakaria dan Janto Diablo tidak terdengar lagi berkutat di dunia musik. Sementara itu, Benny Soebardja di sela-sela kesibukannya sebagai pengusaha yang sukses masih menyempatkan berkiprah di dunia musik. Ia sekali-kali masuk studio rekaman untuk membuat demo lagu maupun menggelar konser untuk tujuan amal dan kemanusiaan, seperti dijadwalkan pada April 2008 di Banjarnegara, Cilacap, Purwokerto, dan Wonosobo. Konser di daerah tersebut mengambil tema kampanye antinarkoba dengan dukungan dari Wakil Bupati Purwokerto, Soehardjo, yang juga fans Benny Soebardja. Khusus pertunjukkan amal dan kemanusiaan, Benny Soebardja telah mengikrarkan diri untuk tidak dibayar.

Personel Shark Move:


Benny Soebardja - vokal/gitar
Soman Loebis - vokal/keyboard/piano/perkusi
Janto Diablo - vokal/bass/flute
Sammy Zakaria - drum, vokal
Bhagu Ramchand - produser eksekutif, vokal

Track list

Shark Move - Ghede Chokra's
*Shark Move Records, 1973
*Shadoks Music, Februari 2007 (versi piringan hitam)
*Shadoks Music, November 2007 (versi CD)

1. My Life (Benny Soebardja)
2. Butterfly (Benny Soebardja)
3. Harga (Janto Diablo)
4. Bingung (Soman Loebis)
5. Evil War (Benny Soebardja)
6. Insan (Benny Soebardja)
7. Madat (Janto Diablo)

 

* Sumber: Harian Republika, 18 Maret 2008
* Oleh ; Niantoro Sutrisno / KPMI